4 Fakta Menarik Mengenai Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei

20 Mei disambut sebagai Hari Kebangkitan Nasional setiap tahun. Kebangkitan Dunia Nasional itu sendiri adalah suatu periode pada paruh pertama abad ke-20, ketika banyak orang di Dunia mulai mengembangkan rasa kesadaran nasional sebagai "orang Dunia". Tempoh ini ditandai dengan penubuhan Boedi Oetomo.

Organisasi Boedi Oetomo itu sendiri dimulakan oleh Dr. Wahidin Sudiro Husodo dan hanya terlibat dalam pendidikan dan sosio-budaya. Organisasi ini kemudian mendirikan sejumlah sekolah bernama Boedi Oetomo dengan tujuan untuk berusaha mempertahankan dan memajukan budaya Jawa.

Pada tahun 1915, organisasi itu, yang anggotanya terdiri dari suku Jawa dan Madura yang tinggi, mulai memasuki bidang politik. Ini sebagian dipicu oleh pecahnya Perang Dunia I, yang kemudian menjadi alasan bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk memaksakan milisi bumiputera, iaitu wajib perkhidmatan ketenteraan untuk orang asli.

Pada masa itu, golongan atasan bukan lagi satu-satunya yang berpeluang menjadi ahli. Boedi Oetomo membuka keahliannya kepada semua orang di Dunia. Dan ini secara tidak langsung menjadikannya organisasi populis. Seiring berjalannya waktu, cita-cita bukan lagi hanya memajukan budaya Jawa, tetapi menjadikan Dunia merdeka. Dari sini, Boedi Oetomo berubah menjadi organisasi dengan tujuan nasionalisme. Dan orang-orang Dunia menyedari untuk pertama kalinya pentingnya perpaduan dan integriti.

Hari Kebangkitan Nasional adalah hari yang menjadi momentum perjuangan semua rakyat Dunia yang ditandai dengan kelahiran organisasi Budi Oetomo pada tahun 1908. Dan di bawah ini, terdapat beberapa fakta menarik mengenai hari bersejarah ini:

1. Hari Kebangkitan Nasional Menjadi Kontroversi

Hari Kebangkitan Nasional yang sesuai dengan ulang tahun Boedi Oetomo (20 Mei 1908) menjadi perbahasan. Penyelidik sejarah malah mencabarnya, kerana mereka berpendapat bahawa Boedi Oetomo, yang anggotanya adalah priyai Jawa, mempunyai visi nasional yang sangat sempit. Belum pernah bercakap mengenai Dunia pada masa itu, tetapi hanya Jawa.

Selain itu, dari penubuhannya hingga pembubarannya ke Parti Bangsa Dunia / Parindra pada tahun 1935, Boedi Oetomo tidak pernah menjadi gerakan politik. Organisasi ini terdiri daripada priayi, yang sangat taat dan menghormati pemerintahan kolonial.

2. Hari Kebangkitan Nasional pertama kali disambut pada tahun 1948

Peringatan pertama ini dilakukan di Yogyakarta, pada era Presiden Soekarno. Pada masa itu, Presiden melantik Ki Hajar Dewantara sebagai ketua jawatankuasa tersebut. Melalui peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang pertama, Soekarno ingin merangkul semua parti yang kemudiannya berpecah belah oleh parti politik untuk bersama-sama menentang Belanda.

3. Peringatan Harkitnas Nasional Besar-besaran berlaku pada tahun 1958

Setelah peringatan pertama dilakukan pada tahun 1948, peringatan Harkitnas secara besar-besaran dilakukan lagi 10 tahun kemudian, tepat pada 20 Mei 1958.

Dalam peringatan ini, Bung Karno menyampaikan pidato yang berbunyi: "Mengapa kita pada 20 Mei 1958 mengadakan Hari Kebangkitan Nasional yang hebat? …. Memang benar bahawa Budi Utomo adalah kesatuan kecil. Tujuannya belum jelas seperti tujuan kita buat masa ini. Tetapi saudara-saudari, mari kita kaji perkembangan Budi Utomo dari sudut lain…. Memang benar bahawa 20 Mei 1908, hanyalah kata "kriwikan" orang Jawa - dan belum "grodjogan". Yang akan kita ingat ialah 20 Mei 1908 mengandungi kemenangan satu prinsip, kemenangan satu bermula. Tidak ada satu bangsa yang cukup baik untuk memerintah bangsa lain. Tidak ada bangsa yang cukup baik untuk memerintah bangsa lain. "

4. Orang Pertama Yang Menyetujui Hari Kebangkitan Nasional jatuh pada 20 Mei

Terdapat sekurang-kurangnya lima tokoh, yang pada masa itu secara terbuka menyatakan bahawa 20 Mei adalah Hari Kebangkitan Nasional. Salah satu yang paling terkenal adalah Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hajar Dewantara yang kini sedang menjalani pengasingan di Belanda.

Dia menulis artikel di Nederlandsch-Indie Oud & Nieuw, tahun ketiga penerbitan, 1918-1919. Pada awal artikelnya, Ki Hajar Dewantara menulis: "Tanpa ragu-ragu sekarang saya berani menyatakan bahawa 20 Mei adalah Hari Indisch-nationaal (Indisch-nationale dag)."